Abu Bakar Asy-Syibli pernah berkata
:"Allah adalah Zat Yang Esa. Diketahui keesaannya sebelum ada batasan dan
huruf. Maha Suci Alah yang tidak ada batasan-betasan bagi zat-Nya dan tidak ada
hurup bagi kalam-Nya". Berkaitan dengan ini, Imam Ruwaim bin Ahmad pernah
ditanya tentang permulaan kewajiban yang diwajibkan Allah terhadap hamba-Nya.
Lalu beliau menjawab : Makrifatullah (mengenal Allah).
Hal ini didasari oleh firman Allah :” Tidak
Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah(Ku).(QS:Adz- Dzariyat
: 56). Oleh Ibnu ‘Abbas “Illa Liya’buduun” (kecuali menyembah-Ku)
diartikan “Illa Liya’rifuun”(kecuali untuk bermakrifat yaitu mengetahui, sadar
dan yakin akan keberadaan Allah).
Imam Al-Junaid berkata : “Sesungguhnya
awal yang dibutuhkan oleh seorang hamba dari sesuatu yang bersifat hikmah
adalah mengetahui Sang Pencipta atas keterciptaan dirinya. Kebaharuan diri
tentang bagaimana kebaharuannya. Sifat Sipencipta yang berbeda dengan sifat
makhluk”.
Menurut Abu Thayib Al-Maraghi, setiap
unsur dalam diri seorang hamba memiliki fungsi yang berbeda-beda berkaitan
dengan kemakrifatannya kepada Allah. Menurutnya, Akal memiliki fungsi
pembuktian dalil secara logika. Hikmah memberi isyarat. Sementara makrifat
mempersaksikan.
Karena itu, kejernihan ibadah tidak akan diperoleh
kecuali dengan kejernihan tauhid. Kata Imam Junaid, tauhid berarti pengesaan Zat
Yang Esa yang tidak beranak dan tidak diperanakkan. Pengesaan-Nya juga dengan
peniadaan terhadap sesuatu yang berlawanan, kesamaan, dan keserupaan
Esa berarti tanpa penyerupaan,
pembagaimanaan, penggambaran, dan penyimbolan. Tak satupun di alam semesta ini
yang menyamai-Nya. Dia adalah zat yang Maha mendengar dan Maha Melihat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar