Sabtu, 21 Februari 2015

Makrifatullah

Abu Bakar Asy-Syibli pernah berkata :"Allah adalah Zat Yang Esa. Diketahui keesaannya sebelum ada batasan dan huruf. Maha Suci Alah yang tidak ada batasan-betasan bagi zat-Nya dan tidak ada hurup bagi kalam-Nya". Berkaitan dengan ini, Imam Ruwaim bin Ahmad pernah ditanya tentang permulaan kewajiban yang diwajibkan Allah terhadap hamba-Nya. Lalu beliau menjawab : Makrifatullah (mengenal Allah).

Hal ini didasari oleh firman Allah :” Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah(Ku).(QS:Adz- Dzariyat : 56). Oleh Ibnu ‘Abbas “Illa Liya’buduun” (kecuali menyembah-Ku) diartikan “Illa Liya’rifuun”(kecuali untuk bermakrifat yaitu mengetahui, sadar dan yakin akan keberadaan Allah).

Imam Al-Junaid berkata : “Sesungguhnya awal yang dibutuhkan oleh seorang hamba dari sesuatu yang bersifat hikmah adalah mengetahui Sang Pencipta atas keterciptaan dirinya. Kebaharuan diri tentang bagaimana kebaharuannya. Sifat Sipencipta yang berbeda dengan sifat makhluk”.

Menurut Abu Thayib Al-Maraghi, setiap unsur dalam diri seorang hamba memiliki fungsi yang berbeda-beda berkaitan dengan kemakrifatannya kepada Allah. Menurutnya, Akal memiliki fungsi pembuktian dalil secara logika. Hikmah memberi isyarat. Sementara makrifat mempersaksikan.

Karena itu, kejernihan ibadah tidak akan diperoleh kecuali dengan kejernihan tauhid. Kata Imam Junaid, tauhid berarti pengesaan Zat Yang Esa yang tidak beranak dan tidak diperanakkan. Pengesaan-Nya juga dengan peniadaan terhadap sesuatu yang berlawanan, kesamaan, dan keserupaan

Esa berarti tanpa penyerupaan, pembagaimanaan, penggambaran, dan penyimbolan. Tak satupun di alam semesta ini yang menyamai-Nya. Dia adalah zat yang Maha mendengar dan Maha Melihat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar